Jumat, 14 Oktober 2011

Kawasaki Ninja 150’ 02 Jogja 7,5 DETIK EFEK SPESIAL PENGAPIAN YZ125


Ketika pertama kali Kawasaki Ninja 150 yang dibekali spesifikasi mesin   59 mm x 54 mm (diameter x stroke) menjadi pilihan tim dragbike (sekitar tahun 2004-2005) untuk senjata di kelas Sport 2 Tak Tune Up s/d 155 cc tergolong bermasalah dengan perangkat pengapian yang diklaim tidak bekerja maksimal. Demikian berlangsung dalam beberapa tahun.
Berbagai solusi dengan aplikasi bawaan asli alias standar, kemudian kepunyaan Ninja RR, lalu milik Kawasaki KX85 ataupun Yamaha YZ 125 belum juga menemukan  settingan yang tepat.

Alhasil, masih sulit mengalahkan perfoma NSR SP di era tersebut. Namun seiring berjalan waktu riset, maka  ditemukan formula penggunaan perangkat all-in atau lengkap milik YZ 125 dengan sistem arus bolak-balik (Alternating Current).

Dicomot mulai magnet, CDI, koil, sepul dan lain-lain. “Kebanyakan problemnya dulu, output tenaga di top-speed kurang gahar. Hanya cepat-cepat di RPM bawah saja,“ opini Yudha RDV dari tim RDV Dha’s Klaten saat dihubungi otre.

Fakta berbicara, saat ini (3-4 tahun belakangan) sebagian besar tim yang andil di kategori ini memakai perkakas pengapian full-set YZ 125 yang mana harganya di pasaran seputar Rp. 4,5 juta.

Seperti juga yang dialami tim Cahaya Motor Racing yang dipersenjatai tuner Purwono, akrab disapa Mono CMR dan joki Bowo Cheetah serta Ary Madun. “Soal pemasangan tidak ada kendala berarti. Tinggal dibuatkan adaptor untuk posisi sepul,“ tegas Mono CMR yang menggeser timing 13 derajat sebelum TMA (Titik Mati Atas), juga membuka bengkel di kawasan Janti, Jogjakarta, tepatnya dibawah flyover.

Menyangkut efek penggunaan YZ125 sendiri,  tidak hanya spesial di output power bawah, juga RPM atas. “Enteng menggapai peak-performance,“ tutur Bowo Cheetah yang punya best-time 7,5 detik untuk lintasan 201 meter.

Konstruksi magnet yang jauh lebih ringan dari bawaan orsi dan support part pendukung lainnya menjadi nilai lebih. Berlaku merata diberbagai tingkatan RPM mesin. Sisi lain, untuk mengupgrade tenaga atas, maka salah satunya, exhaust mutlak dipermak.

Mulai tinggi exhaust yang di patok dengan tinggi 30 mm, sedang transfer dinaikkan 1mm. “Bentuknya bulat telur, “ujar Mono CMR yang meramu ulang perbandingan rasio I dan VI dan mematok perbandingan 1 : 30 antara bahan bakar bensol dan oli Shell racing. | ogy


RISET KARBU MENTOK DI PWK 38Perangkat karburator berhubungan signifikan dengan suplai bahan bakar dan udara menuju ruang bakar. Dalam konteks sport tune-up, maka bersifat mutlak untuk tidak mempertahankan karbu asli yang hanya berdiameter venturi 28 mm (Mikuni).

“So, perlu yang lebih besar agar volumenya lebih padat. Terlebih setelah exhaust dan transfer diperbesar,“ beber Arvian Bela sebagai manajer tim CMR Jogjakarta. “Setelah melalui berbagai riset, maka kita mentok di Keihin PWK 38 mm,“ tukas Mono yang juga memback-up pacuan sport 2 Tak Tune 150 cc rangka standar.

“Pernah pakai yang lebih gede, namun berpengaruh signifikan pada power bawah. Menjadi lebih lambat,” timpal Mono yang selalu low-profile. Berdasar fakta tersebut, terbukti beberapa tim yang fight di kelas 150 cc tune-up identik dengan diameter 38 mm.

Paling  tidak contoh dibawah ini menjadi acuan. Seperti pasukan Alifka Motor banter yang dikomandoi tuner M Yusron dengan mengadopsi PWM 38, juga RDV Klaten yang diback up kiliker Yudha Prasetya.

Termasuk alternatif spuyer yang hampir sama alias beda-beda tipis, main-jet dalam kisaran 155-162 dan pilot-jet di 50-52. Anyway, kondisi ini disesuaikan dengan kemauan joki. | ogy

SPEK KOREKAN 
KARBURATOR : Keihin PWK 38, MAIN JET : 155, PILOT JET : 52, RASIO : 28-11 (I) dan 33-28 (VI), PENGAPIAN : YZ 125, KNALPOT : DBS Thailand, FINAL GEAR : 13-39 (201 M).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar